Wujudkan Keluarga Bahagia Dunia Akhirat
Keluarga, bagian terkecil dari masyarakat, tetapi sangat mempengaruhi kualitas masyarakat. Pemerintah sejak tahun 1994, tepatnya tanggal 29 Juni, memperingati hari keluarga secara nasional. Tujuannya mengajak seluruh keluarga Indonesia agar melakukan introspeksi dan berbenah diri untuk meningkatkan kualitasnya, sehingga tercipta keluarga bahagia dan sejahtera.
Bagaimana pandangan Islam dalam membentuk keluarga bahagia?
Tujuan Keluarga
Pembinaan keluarga dimulai dari tujuan pernikahan, yaitu ketenangan dan kebahagiaan. “Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah ia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kamu yang berfikir.” (QS Ar Rum: 30: 21).
Dengan mawaddah, yaitu kasih sayang untuk memenuhi syahwat, suami isteri akan melahirkan dan mengembangkan keturunan manusia.Selanjutnya timbul rahmah, yaitu rasa kasih sayang murni yang tumbuh dari jiwa yang paling dalam. Sehingga suami isteri merasakan kebahagiaan yang tidak bertepi dan ketenangan yang tidak berbatas, dan mereka ingin mengisi hari-hari dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Suami isteri gemar bermusyawarah karena saling menghormati, memahami keperluan dan kehendak masing-masing, dan mencari solusi tanpa mengorbankan salah satunya. Amanah pernikahan adalah membentuk pribadi yang baik agar dapat membina keluarga yang baik. Amanah ini akan mendidik suami isteri lebih bertakwa.
Doa pernikahan: barakallahulaka (semoga diberi keberkahan Allah dalam kondisi bahagia), wa baroka’alaika (semoga diberi keberkahan Allah dalam kondisi susah, misalnya ketika sakit diliputi keberkahan Allah berupa kesabaran dan kesembuhan), wajama’a bainakuma fii khoir (semoga Allah mempersatukan dalam kebaikan).
Kunci Keluarga Bahagia
Suami isteri harus memberikan perhatian yang tinggi terhadap keluarga, agar mampu menghantarkan kesuksesan dunia akhirat kepada semua anggota keluarganya. Keluarga muslim berorientasi ukhrawi, karena memiliki target meraih surga dan ridho Allah meskipun dalam musibah. Sehingga makna bahagia bagi keluarga muslim adalah manakala mereka sedang beraktivitas bersama dalam rangkan menggapai ridho Allah Swt.
Kebahagiaan keluarga tidak diukur dari segi material, tapi sejauh mana ketaatan keluarga kepada Allah. Kehidupan yang mementingkan materi, hiburan dan kebebasan sosial tanpa terikat rambu-rambu syariah dalam berumah tangga justru akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Walau bukan berarti keluarga muslim tak perlu memiliki sarana-sarana fisik yang baik. Diriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda: “Termasuk di antara kebahagiaan seseorang adalah memiliki rumah yang baik, kendaraan yang baik, dan istri yang baik atau shalehah”.
Setiap anggota keluarga mengetahui cinta sejati. Cinta tertinggi setiap mukmin adalah kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Setelah itu, baru cinta kepada orang tua, suami, istri, anak, saudara seiman dan lain-lain. Firman Allah, “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum kerabat, harta benda yang kalian miliki, dan perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, itu lebih kalian cintai dari pada Allah, Rasul dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (Qs. At-Taubah 24).
Keshalihan dan kedekatan seseorang kepada Allah SWT akan mempengaruhi besarnya cinta suami istri. Jika Allah telah mencintai kita, maka kita akan dicintai segenap makhluk dengan ijin-Nya. Kadar cinta suami istri tergantung dengan kualitas ibadah dan keimanan pasangannya. Cinta yang tidak dibangun di atas pondasi mahabatullah, hanya akan menjerumuskan ke dasar jurang kelalaian dan kenistaan.
Rasul SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan, dirimu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, dan keluargamu memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan. Maka tunaikanlah hak-hak masing-masing dari semua itu.” (HR. Bukhari).
Tips Keluarga Bahagia
Jadikan rumah tangga sebagai markas pengkaderan generasi akan datang. Suami menghidupkan semangat memahami agama, sehingga isteri-anak semakin cinta kepada agama, Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan menghidupkan cahaya hati anggota keluarga, sehingga perbuatannya sesuai syariat Allah SWT.
Saling memberikan nasehat dalam kebenaran dan kesabaran, pujian, perhatian, hadiah, dan do’a. Tumbuhkan sikap percaya diri yang tumbuh dari iman kepada Allah, kasih sayang, kemesraan dan saling menghormati antar anggota keluarga dalam suasana tauhid. Orangtua menjadi pendengar yang bijak dari curahan hati anak-anak.Orangtua bersikap terbuka dalam menerima kritikan anak.
Berkomunikasilah antar anggota keluarga dengan lembut dan mengutamakan musyawarah dalam amar ma’ruf nahi munkar. Komunikasi bisa berbentuk lisan atau bukan lisan (tingkah laku, mimik muka, tulisan, gerakan anggota badan dan penampilan anggota keluarga). Komunikasi dalam keluarga akan senantiasa terpelihara selama komunikasi dengan Allah pun tetap terjaga.
Ucapkanlah salam setiap keluar dan masuk rumah. Berkatalah dengan ucapan yang thoyyibah (baik), karena menjadi teladan bagi anak. Hindari pertengkaran antara suami isteri di hadapan anak-anak, karena bisa merusak jiwa mereka.
Berlaku adillah dalam melayani anak-anak supaya terhindar perasaan dengki, iri hati dan dendam. Anak-anak yang lebih kecil menghormati kakaknya. Kakak harus menolong adik. Tanamkan sikap ini pada anak, sehingga tidak ada permusuhan dalam keluarga dan mereka saling menyayangi.
Berikan teladan kepada anak, bukan celaan dan kekerasan. Berikan sikap terbaik, karena bagaimana sikap kita terhadap anak, begitu pulalah mereka akan bersikap kepada kita.
Wahai isteri, berterima kasihlah atas kebaikan suami, dengan senyuman manis, atau kata-kata cinta, atau maafkan kesalahan dan kekurangannya. Rasul bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup darinya”. Nabi Saw bersabda: “Wahai sekalian wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk neraka adalah kalian.” Maka mereka berkata: “Ya Rasulullah kenapa demikian?” Beliau menjawab: “Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami”.
Pergaulilah keluarga suami dan kerabat-kerabatnya dengan baik. Simpanlah rahasia keluarga dan tutupilah kekurangan (aib) suaminya. Empatilah terhadap duka cita dan kesedihan suaminya.
Bersikaplah qana’ah, ridha dengan apa yang diberikan suami untuknya, baik sedikit ataupun banyak. Ia tidak menuntut di luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak perlu.
Didiklah anggota keluarga hidup sederhana, sehingga tidak boros dalam makanan, minuman, pakaian, perabot rumah tangga dan sebagainya. Firman Allah SWT, “Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS al-A’raf : 31).
Kenali dan pahami suami, sehingga tahu apa yang disukai suami dan penuhilah, juga tahu apa yang dibenci suami dan jauhilah. Dengan syarat tidak dalam perkara maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al Khaliq.
Keluarga Pejuang Islam
Suami isteri menyadari bahwa rumah tangga muslim adalah salah satu agenda gerakan Islam. Kehidupan rumah tangga dengan seluruh problemnya tidak boleh menghentikan semangat membela Islam. Suami isteri harus saling menguatkan, saling mengingatkan, saling membantu menyalakan api perjuangan. Isteri memberi dorongan agar suami semakin berada di garis depan barisan pejuang. Tempalah seluruh anggota keluarga menjadi para pejuang Islam. Keluarga yang bahagia adalah keluarga penegak agama Allah SWT yang senantiasa berdoa:
Dan oran-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Furqan 74). Wallahua’lam!